Vandalisme Wahabisme

Masih segar dalam ingatan, ketika para pejuang Hezbollah bertempur mati-matian menahan gempuran bertubi-tubi pasukan Israel demi menyelamatkan muka bangsa Arab, ulama Wahabi Arab Saudi mengeluarkan fatwa yang sulit diterima akal waras: “haram hukumnya mendukung, membantu atau berdoa untuk kemenangan Hezbollah yang bermazhab Syi’ah”.

Yang dibela Hezbollah yang Syiah adalah Palestina yang Sunni, yang syahadatnya sama. Sedangkan di pihak lawan, yakni Israel, hampir semua penghuni planet bumi ini tahu persis bagaimana ulahnya terhadap Islam, khususnya terhadap Palestina. Lantas di mana posisi Wahabi yang acap kali mengaku sebagai Ahlussunah wal Jamaah (Sunni) ini?

Sebuah tontonan menggelikan sekaligus menyedihkan. Terlebih setelah seorang ulama Sunni terkemuka –yang juga sering dikafirkan olah Wahabi– Yusuf Qaradhawi dan para mufti Mesir angkat bicara di tengah sikap sinis sebagian pemimpin Arab. “…Setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, yaitu “Asyhadu anla ilaha illa-Allah wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah” adalah Muslim, dan tidak ada apapun yang dapat mengeluarkannya dari Islam kecuali sesuatu yang menafikan kalimat syahadat tersebut. Kesyiahan Hezbollah sama sekali tidak menafikan dua kalimat syahadah. Sebaliknya, Hezbollah malah menjadikan dua kalimat syahadah itu sebagai orientasi dalam berperilaku. Sebab itu, jiwa dan harta kaum Syiah Hezbollah tetap wajib dijaga dan dilindungi”. Demikian Qaradhawi.

Kejadian tersebut bukan yang pertama kalinya. Baru-baru ini ketika taqrib bainal madzahib (pendekatan antar mazhab) diupayakan dengan keras oleh para ulama Sunni dan Syiah untuk membendung upaya adu domba dari Amerika dan sekutunya, lagi-lagi Wahabi menyuguhkan lelucon khasnya. Sekelompok ulama Wahabi Arab Saudi menandatangani sebuah deklarasi berupa fatwa untuk membunuh orang-orang Syi’ah Irak dan Syi’ah seluruh dunia, karena Syi’ah merupakan sekutu Amerika dan pelindung Israel yang membunuhi orang-orang Ahlussunah. Selain itu, tempat suci dan ibadah kaum Syi’ah di seluruh dunia agar dihancurkan. Nampaknya fatwa tersebut mulai direalisasikan di Yaman. Berita terhangat, Wahabi Arab Saudi beserta Amerika dan Inggris membantu pemerintah Yaman dalam pembantaian orang-orang Syi’ah pengikut al-Hautsi di Yaman.

Kebencian kelompok ultra puritan ini terhadap muslim di luar kelompoknya begitu melekat. Sudah jadi rahasia umum bagaimana kelompok ini getol mengkafirkan orang, termasuk yang terjadi di negeri kita. Di awal perkembangannya, kelompok ini memulai gebrakannya dengan aksi vandalisme. Ribuan nyawa korban pembantaian Wahabi melayang, termasuk di dalamnya kaum Syiah, Sufi dan Sunni. Di luar kelompok mereka adalah ahlul bid’ah yang harus dimusnahkan dari muka bumi.

Perlu diketahui, gerakan Wahabi ini baru lahir sekitar abad 18 di Arab Saudi, dengan mengusung slogan kembali kepada ajaran Islam yang murni (menurut versi mereka) dengan membersihkannya dari syirik, bid’ah dan khurafat. Digagas oleh seorang pengikut mazhab Hambali, yaitu Muhammad bin Abdul Wahhab yang berasal dari Najd. Setelah mendapatkan dukungan keluarga amir Ibnu Sa’ud serta disokong kolonial Inggris, gerakan ini mulai melakukan pertumpahan darah dimana-mana. Tahun 1932, setelah berubah bentuk dari emirat menjadi kerajaan, Arab Saudi menjadikan Wahabi sebagai mazhab resmi negara hingga saat ini. Selanjutnya negeri kaya minyak ini berhasil melebarkan pahamnya ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Maka dimulailah babak baru kekerasan atas nama agama di negeri ini seperti yang sering kita saksikan belakangan ini.

Penyebab tindakan intoleran Wahabi tersebut tak lain karena pemahaman agama yang sempit. Dalam memahami Alquran, Wahabi menerapkan literalisme yang sangat ketat dan menjadikan teks sebagai satu-satunya sumber otoritas yang sah sehingga acapkali menghasilkan kesimpulan yang eksklusif, yang dampaknya melahirkan permusuhan ekstrim terhadap intelektualisme serta semua perbedaan sektarian dalam Islam. Wahabisme menganggap sebagian besar sejarah Islam merupakan perusakan terhadap Islam yang murni.

Qamarul Huda, seorang pengikut sufisme, menolak menyebut dasar-dasar pemikiran mereka sebagai bentuk teologi. Alih-alih sebagai sebuah doktrin keagamaan yang koheren, Wahabisme lebih menyerupai ideologi politik keagamaan semu. Lebih jauh ke belakang, dua orang ahli hukum agama abad 18 bernama Hanafi ibn ‘Abidin dan Maliki Al-Sawi, menyebut kelompok Wahabi sebagai kaum Khawarij modern. Terkait hal ini, persis seperti yang pernah diisyaratkan Imam Ali as, sekalipun kaum khawarij sudah ditumpas sampai ke akarnya, namun panji-panjinya akan berkibar terus sampai akhir jaman.[]

One thought on “Vandalisme Wahabisme”

Leave a comment