Sunnah-Syiah Quraish Shihab

(Resensi Buku)

Oleh: Irfan Permana

Judul: Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?
Penulis: M. Quraish Shihab
Penerbit: Lentera Hati
Halaman: 303
Cetakan: I, Maret 2007

Sebagaimana persamaan, perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan manusia. Sekecil apapun sebuah komunitas tempat kita bernaung, niscaya akan selalu ditemukan adanya perbedaan. Namun, sebagai manusia berakal, kita dituntut arif dalam menyikapinya. Sikap positif menghadapi perbedaan ini justru akan membawa hasil yang positif pula. Dan sikap positif yang demikian hanya dimiliki oleh seseorang yang luas wawasannya. Semakin luas wawasan seseorang, akan semakin tinggi pula toleransinya, dengan kata lain ia akan semakin arif dalam menyikapi segala perbedaan. Sebaliknya, sempitnya pengetahuan menjadikan seseorang terjebak dalam fanatisme buta, sehingga kerap menggiring perbedaan menuju perselisihan. Inilah sesungguhnya yang terjadi pada orang-orang yang cepat sekali termakan hasutan –karena piciknya pandangan– ketika dihadapkan pada perbedaan madzhab dalam kehidupan keberagamaannya, termasuk di negeri kita sendiri.

Dalam konteks ikhtilaf Sunnah-Syi’ah –yang belakangan marak kita dengar terkait isu pertikaian antara keduanya akibat hembusan fitnah para musuh Islam–, tak diragukan, Prof. DR. M. Quraish Shihab adalah seorang penulis yang paham betul bagaimana mempertemukan titik-titik perbedaan antara keduanya. Dengan membawa semangat persatuan serta at-taqrib baina al-madzahib (pendekatan antar madzhab), penulis sepertinya mengingatkan bahwa pada hakikatnya semua umat Islam mendambakan mengikuti Nabi Muhammad Saw. Namun, sulitnya memperoleh petunjuk yang pasti –menyangkut masalah yang diperselisihkan itu– acapkali menimbulkan interpretasi yang berbeda terhadap sebuah sumber hukum. Sebagaimana yang selalu ditanamkan guru-gurunya di Universitas al-Azhar Mesir (tempat penulis mengenyam pendidikan), penulis menyadari bahwa di antara madzhab yang berbeda pendapat itu, tidak ada satupun yang berhak menjadi juru bicara resmi yang memonopoli kebenaran atas nama Islam seraya memvonis yang lain bathil dan sesat, padahal masih berada dalam koridor Islam.

Diantara Sunnah-Syiah –dalam hal ini Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah sebagai kelompok mayoritas–, sesungguhnya tidak banyak ditemukan perbedaan yang prinsipil kecuali menyangkut masalah imamah. Sementara kelompok Ahlussunnah menganggap bahwa masalah kepemimpinan diserahkan kepada umat melalui apa yang dinamakan syura (demokrasi), kelompok Syi’ah meyakini bahwa kepemimpinan adalah jabatan ilahiah. Allah telah memilih para imam sebagaimana Dia memilih Nabi. Allah memerintahkan kepada Nabi Saw untuk menunjuk dengan tegas Ali bin Abi Thalib sebagai washi (yang diwasiati), dilanjutkan oleh keturunannya secara turun temurun hingga yang terakhir (imam ke-12), yaitu al-Mahdi, yang diyakini juga kemunculannya kelak oleh kaum Sunni.

Para imam penerus risalah ini merupakan manusia-manusia pilihan yang kekuasaannya bersumber dari Allah Swt, melalui apa yang disampaikan Nabi Saw. Selain memiliki kekuasaan politik, mereka juga berperan sebagai pembimbing spiritual. Hal ini yang menyebabkan tidak dikenalnya pemisahan antara politik dan keagamaan di dunia Syi’ah. Politik adalah agama, agama adalah politik. Maka ketika sebagian orang menyebut bahwa Syi’ah lahir akibat persoalan politik, kaum Syi’ah menampiknya.

Bagi kaum Syi’ah, para imam memiliki kedudukan yang mulia, mereka adalah para pribadi yang memiliki kesucian jiwa. Mereka bersifat maksum (terpelihara dari dosa), seperti terpeliharanya Nabi dari dosa. Bedanya, para imam ini bukanlah Nabi yang mendapatkan wahyu, melainkan penerus risalah yang diangkat oleh Nabi saw setelah mendapat perintah dari Allah SWT. Karena risalah harus disampaikan secara utuh dan sempurna, maka para penyampainya tidak boleh mempunyai kelemahan (seperti keliru atau lupa). Karena itulah mereka dijaga dari dosa.

Jika konsep ‘ishmah (keterpeliharaan dari dosa) untuk Nabi diterima oleh sebagian besar kaum Sunni, maka konsep ‘ishmah bagi para imam ini ditolak, karena dipandang terlalu berlebihan memberikan atribut demikian. Namun bagaimanapun, menurut Syi’ah, kehadiran para imam ini adalah lutfh (karunia) Allah kepada manusia yang tidak berkesempatan menerima risalah langsung dari Nabi Saw.

Sebagaimana Ahlussunnah yang meyakini konsep kepemimpinannya, kaum Syi’ah pun meyakini bahwa pandangannya tentang konsep kepemimpinan didasarkan pada argumen –baik nash maupun akal– yang kuat. Sehingga sulit sekali untuk menggandengkan kedua pandangan yang berseberangan ini. Atau jika ingin dibenturkan, satu sama lain akan sulit saling menggoyahkan. Terlebih, imamah ini termasuk masalah yang prinsipil bagi kaum Syi’ah. Alih-alih dicapai kesepakatan, malah perselisihan yang muncul. Untuk itu, masing-masing pihak dituntut untuk saling memahami dan menghargai pendapat yang lainnya. Meminjam istilah Cak Nun, jangan paksa kambing meringkik dan jangan paksa kuda mengembik, biarlah kambing menjadi kambing dan kuda menjadi kuda. Biarlah Syi’ah tetap Syi’ah dan Sunni tetap Sunni.

Masalah lainnya yang disinggung dalam buku ini adalah, betapa banyak orang (non-Syi’ah) yang mensimplifikasi konsep-konsep ajaran Syi’ah, dengan mengangkat isu-isu yang sejak ratusan tahun lalu muncul. Misalnya, tentang Syi’ah yang mempunyai Qur’an yang berbeda, Syi’ah adalah agama yang dibentuk oleh orang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’, Syi’ah menuhankan Ali, serta atribut sesat lainnya. Sebagaimana di tubuh Ahlussunnah, di Syi’ah pun dalam sejarah perkembangannya muncul kelompok-kelompok ghulat (ekstrim) yang keluar jalur, dimana para imam Syi’ah pun berlepas tangan bahkan mengutuk mereka. Kelompok Ahlussunnah dan Syi’ah masing-masing terbagi menjadi beberapa kelompok berikut cabang-cabangnya. Ketika ada beberapa kelompok di Ahlussunnah yang keluar jalur, tidak bisa dikatakan bahwa Ahlussunnah (seluruhnya) sesat. Begitu juga dengan Syi’ah.

Dalam buku ini, selebihnya dibahas perbedaan-perbedaan yang bersifat furu’ (rincian ajaran), sebagaimana ditemukan juga di antara keempat madzhab besar Ahlussunnah (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali). Selain itu, diulas juga secara rinci beberapa poin yang selama ini menjadi sumber tuduhan terhadap Syi’ah, diantaranya: pelaknatan kaum Syi’ah terhadap sahabat Nabi Saw, raj’ah, bada’, taqiyah sampai persoalan seputar ibadah ritual.

Di dalam buku yang ditulis oleh seorang cendekiawan yang paham tentang Syi’ah ini, dipaparkan secara umum bahwa persamaan antara Sunnah-Syi’ah lebih banyak ketimbang perbedaannya. Dan tentu saja keduanya masih bisa digandengkan dalam koridor persatuan. Dan inilah nampaknya tujuan penulisan buku ini. Agar kita umat muslim tidak dengan mudah terprovokasi oleh upaya-upaya keji para musuh Islam yang tidak suka melihat Islam bersatu. Stigma yang selama ini melekat pada Syi’ah tak lain karena kurangnya informasi yang diperoleh. Atau kalaupun ada, hanya bersifat sepihak saja.

Dalam memaparkan sebuah persoalan, penulis selalu mengutip pendapat ulama dari kedua sumber, yang dinukil dari kitab-kitab terpercaya dari keduanya. Sesekali penulis mengutarakan pandangan pribadinya, dimana ketika ada yang tidak disepakati, penulis mengemukakannya dengan bahasa yang santun (seperti yang kita baca di buku-buku Quraish Shihab sebelumnya).

Walhasil, mungkinkah Sunnah-Syiah bergandengan tangan? Tentu saja mungkin, bahkan harus. Terlebih Al-Qur’an sendiri mewajibkan setiap orang yang beragama dan berakal untuk menghindari perselisihan, seperti firman-Nya dalam QS. 3:103. Tentunya kita berharap, apapun madzhab yang kita anut, agar terhimpun di bawah panji tauhid yang dikibarkan junjungan kita, Nabi Muhammad Saw.

Ada hal menarik di bagian penutup buku ini yang ingin saya kutip. Quraish Shihab menulis:

“Ada prinsip, bagi penulis, dalam konteks persatuan umat melalui pendekatan antar mazhab, yaitu mencintai dan mengikuti Rasul Saw dan keluarga beliau, Ahlulbait, yang dilukiskan oleh Nabi Saw sebagai tidak akan berpisah dengan al-Qur’an hingga akhir zaman, sehingga tidak akan tersesat siapapun yang berpegang teguh dengan keduanya. Dalam konteks cinta dan mengikuti itulah penulis menjadikan Imam Ali ra, setelah Rasul Saw, sebagai sosok yang harus dicintai dan diteladani.”

Wallahu a’lam

44 thoughts on “Sunnah-Syiah Quraish Shihab”

  1. Salam,
    Kang Irfan Rahimakumullah,

    Kalau gak salah buku ini akan dibedah oleh Ustadz Jalal dan Pak Quraisy sendiri di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu tgl 12 Mei 2007. Penyelengaranya: MIzan. datang deh kayaknya menarik.

  2. Menarik. bahasa yang anda sampaikan dalam resensi buku ini sangat menarik. Sebelumnya saya perkenalkan diri saya, Mohammad Faizin Zuhri. Sudah lama saya ‘rajin’ membaca buku-buku pak Quraish. Karena saya sekarang sedang merantau di Mesir, saya kesulitan mendapatkan buku-buku beliau. Terus terang saya kangen membaca buku-buku belia. Dua tahun yang lalu, ketika saya berangkat kesini, saya hanya mebawa tiga buah buku tulisannya, Lentera Hati, Membumikan Al-Quran, dan salah satu tafsirnya; Surah Al-An’am.
    Membaca resensi yang anda tulis saya semakin penasaran dengan buku yang baru diraciknya tersebut.
    anyway, saya ucapkan terimakasih!
    Salam hangat dari Al-Azhar.

  3. ::bohemian
    Salam kenal dan terima kasih Mas Zuhri. Semoga al-Azhar mampu mencetak Pak Quraish-Pak Quraish yang baru, dan Anda termasuk salah satunya. Sukses buat Anda!

  4. Mas irfan resensinya bagus, mengena. Andaikan buku itu bisa merajut semua perbedaan sunnah-syiah, pertentangan yang terjadi tidak perlu bersimpuh darah. Hanya saja, relasi sunnah-syiah itu sulit sekali menemukan titik dialog ketika kedua belah pihak dimotifasi untuk mesunnahkan yang syiah, begitu juga sebaliknya.

  5. ::Muhtar Sadili
    Betul Mas Muhtar, saya setuju dengan Anda. Tidak ada Syi’ahisasi di kantong Sunnah, dan tidak ada Sunnahisasi di kantong Syi’ah, sebagaimana tercantum dalam poin ke-7 Muktamar Doha.
    Btw, terima kasih atas kunjungannya. Senang sekali bisa berkenalan dengan Antum. Kapan-kapan saya pingin main ke PSQ 🙂

  6. Ok, saya tunggu di psq. Ini sedikit tanggapan saya atas buku sunnah-syiah pak quraish dalam bentuk artikel ‘dialog sunnah-syiah’ yang dipermak oleh redaktur menjadi bentuk reportase di dialog jumat tanggal 11 mei 2007 dalam rubrik kabar halaman dua. Semoga bermanfaat.

    Dialog Sunnah-Syiah
    Oleh : Muhtar Sadili
    Staf Pusat Studi Al-Quran (PSQ) Ciputat & Alumni Pondok Pesantren Darussalam Ciamis

    Dalam harian republika tanggal Jumat 4 Mei 2007 ada tulisan yang berjudul ’Saatnya Sunni-Syiah Berdamai’ oleh Syafiuddin Fadlillah, Anggota Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES). Karenanya, lewat tulisan ini saya urun rembuk dalam misi integrasi sunnah-syiah yang dicanangkan olehnya.
    Bagi saya integrasi sunnah-syiah tersebut bisa dimulai dengan dialog sunnah-syiah. Ini sangat penting dilakukan, mengingat misi profetik Islam yang menekankan pada kesatuan yang salah satu diantaranya adalah kesatuan umat, bahkan kesatuan manusia (rahmatan lil’âlamîn). Persatuan dan kesatuan adalah salah satu tujuan utama dari ajaran Islam, serta cerminan dari nilai dasar tauhid (QS 21:92).
    Dengan adanya dialog, pelemik sunnah-syiah yang selama ini ada bisa direduksi secara bertahap. Sehingga perbedaan sunnah-syiah tidak memicu perselisihan yang merenggut banyak jiwa. Harus diakui, bahwa perbedaan adalah hukum alam yang menyertai semua peradaban yang tumbuh dan berkembang di muka bumi.
    Perbedaan versus persamaan
    Kalua dilihat secara jeli, sunnah-syiah mempunyai banyak kesamaan dalam prinsip-prinsip ajaran, sementara adalam rinciannya terdapat perbedaan. Ini bisa dibuktikan dalam masalah keimanan kepada Allah Swt dan hari kemudian, ketaatan kepada Rasul dan mengikuti apa yang dinilai sah bersumber dari beliau, melaksankan Rukun Islam yang Lima, dan mengakui al-Quran sebagai sumber agama Islam.
    Perbedaan sunnah-syiah itu mesti disikapi secara jernih dan proporsional. Pada akhirnya perbedaan itu akan bertemu dalam satu wadah, karena semua yang berbeda itu pada hakikatnya ingin mengikuti tuntutan agama. Namun, kaburnya argumentasi dan intrumentasi kepentingan tertentu, maka perbedaan itu lebih berdampak negatif.
    Perbedaan juga yang telah memperkaya peradaban Islam. Sebut saja, Imâm Abu Hanifah yang mempunyai hubungan yang erat dengan Imam Ja’fah As-Shâdiq, yang merupakan salah satu dari imam dua belas (itsna ’asyâriyyah). Imam Syafi’i saja telah berinteraksi secara intensif dengan tokoh syiah, as-Sayyidah Nafîsah, semasa berada di mesir. Imam Syafi’i pernah bersajak: ’Aku adalah seorang syiah dalam keberagamaanku!.
    Dalam kancah intelektual setelahnya, bisa ditemukan bagaimana al-Ghazali dan Ibnu Taimiyyah yang berhati-hati untuk menentukan sikap atas pertempuran yang menewaskan hasan dan husein yang tejadi pada masa Zaid bin Abi Sufyân di bukit karbala. Keduanya berkeyakinan, pendapat yang keliru dalam menanggapi pertentangan kepentingan sunnah-syiah, tidak akan menciptakan kemaslahatan bagi umat sesudahnya.
    Biasanya, perbedaan yang bermuara pada perselisihan lahir dari hawa nafsu, atau dengan kata lain sikap yang lahir dari subyektifitas yang berlebihan. Hawa nafsu dan subyektifitas yang berlebihan yang terlibat dalam kegiatan ilmiah atau keagamaan, akan menghasilkan konklusi yang keliru, salah, bahkan, dalam istilah agama disebut dhalâl., yakni kesesatan.
    Mampu bersikap atas perbedaan itu, selangkah lebih maju dibandingkan dengan prasangka berlebihan yang selama ini ada. Berpagi-pagi kita harus bersikap baik atas perbedaan, agar tidak terperangkap pada fanatisme buta atas satu aliran dalam Islam. Karena sikap menghargai perbedaan itu, lebih penting dari perbedaan itu sendiri!.
    Langkah Dialog
    Dalam bukunya ‘Sunnah-Syiah, Bergandengan Tangan! Mungkinkah?’, 2007, Lentera Hati, M. Quraish Shihab, mengajukan langkah dialog sunnah-syiah. Pertama; betapapun seseorang berusaha untuk bersikap objektif, namun bisa saja –sedikit banyak—terjadi darinya atau dinilai orang lain memiliki bias subyektif sebagai dampak dari kehidupan rumah tangga, latar belakang pendidikan, serta lingkungannya. Kedua: Mengembangkan sikap yang proporsional ketika menyuguhkan satu pendapat. Ketiga: Kalau kita mempelajari pemikiran seseorang atau kelompok, maka tidak jarang ditemukan perkembangan atau perubahan. Keempat: Untuk menjalin hubungan harmonis antara pihak-pihak yang sebelumnya berselisih, diperlukan saling percaya. Kelima: tidak memukul rata setiap pemikiran syiah.
    Kecuali itu, di Universitas Al-Azhar Mesir terdapat Lajnah at-Taqrîb baina al-Madzâhib (Team Pendekatan Antarmadzhab) yang terdiri dari berbagai ulama, termasuk syiah, yang terakhir dipimpin oleh Muhammad Syaltut. Tujuannya mendekatkan pandangan yang berbeda-beda dari aneka madzhab yang kesemuanya menyatu pandangannya dalam prinsip-prinsip ajaran agama, tapi tidak dipisahkan oleh kesalahpahaman atau fanatisme sementara pengikutnya.
    Sementara di Iran, telah terbentuk Al-Majma’ al-’Âlamy lit-Taqrîb baina al-Madzâhib (Lembaga Internasional untuk Pendekatan Antarmadzhab Islam) yang pada bulan 20-22 Januari 2007 telah melakukan pertemuannya dengan tokoh universitas al-Azhar Mesir dan Universitar Qhatar di Dhoha Qatar. Konferensi ini telah melahirkan sepuluh keputusan penting; (1) Mengutuk pertumpahan darah yang terjadi di Irak antara sunnah-syiah, (2) menekankan kaharaman menumpahkan darah (3) Pengharaman merampas harta atau mencedrai kehormatan muslim (4) Perlunya persatuan dan kesatuan menghadapi tantangan bersama, (5) Melanjutkan usaha-usaha pendekatan antar madzhab dan menyingkirkan rintangan-rintangannya, (6) Menghormati tempat-tempat yang disucikan oleh setiap kelompok umat Islam, dan (7) Tidak diperbolehkan mengajak masuk syiah (tasyayyu’) dan penyebaran sunnah (tasannun) di masing-masing wilayah yang berbeda.
    Upaya tersebut tidaklah mudah, mengingat kompleksitas pertentangan yang terbentuk ratusan tahu. Muhammad Ali Taskhiry, salah seorang tokoh syiah kontemporer (2007), menjelaskannya dengan sedikit geram: ’salah satu penghalang cita-cita pendekatan sunnah-syiah adalah terlibatnya orang-orang yang tidak mampu dalam dialog dan menempuh cara-cara yang berbelit-belit untuk mengalahkan pihak lain’.
    Walhasil, dialog sunnah-syiah tidak mustahil untuk dilakukan dengan catatan tetap membiarkan perbedaan sunnah-syiah yang ada tumbuh dan bekembang. Dengan lebih mengutamakan sisi kesamaan dasar ajaran Islam, dialog itu akan bermuara pada integrasi sunnah-syiah untuk kemaslahatan umat. Semoga

  7. ::Salam Pak Muhtar
    Terima kasih atas tulisannya. Jika saja mayoritas umat muslim di Indonesia berpandangan terbuka seperti Antum, niscaya tidak akan lagi kita dengar yang namanya kekerasan yg muncul akibat perbedaan keyakinan, bukan saja di tubuh Islam sendiri, tapi juga lintas agama.

  8. komen atas tulisan Muhtar Sadili:
    tulisanmu Utay, eh Muhtar, ttg hubungan sunnah-syiah ini–spt tulisan-tulisanmu lainnya–bagus; baik gaya tulisan maupun bobotnya.
    saya sepakat dg Jang Irfan. Jika saja mayoritas umat muslim Indonesia berpandangan terbuka seperti nt, tidak akan lagi terdengar kekerasan akibat perbedaan keyakinan, bukan saja dlm tubuh Islam tapi juga lintas agama.
    bagi saya, seorang sunni yang baik bukanlah ia yg berhasil men-sunni-kan orang syiah. pun demikian sebaliknya, seorang syi’i yg baik bukanlah ia yg berhasil men-syi’ah-kan orang sunni. seorang sunni dan syi’i yg baik adl sunni dan syi’i yg mampu bergandeng tangan satu sama lain, bukan krn kesamaan mazhab yg dianut melainkan krn kesamaan prinsip dan tujuan. prinsipnya ukhuwah, tujuannya i’la kalimatillah.
    ukhuwah menjadi bernilai tinggi dan lebih indah justru ktk mrk yg terikat dlm jalinan ukhuwah itu adl orang-orang yg memiliki ragam perbedaan. ikatan ukhuwah yg menjalin mrk yg segalanya serba sama, walau tetap indah, tapi nilainya tdk sebesar ukhuwah yg menjalin mrk yg memiliki beberapa perbedaan.
    hemat saya, dlm rajutan ukhuwah sunnah-syiah, tema-tema yg harus lebih banyak diangkat adl tema-tema kemanusiaan spt pembebasan kaum mustadh’afin (Utay pasti masih ingat, disertasi yg sdg saya garap ttg kaum tsb), imperialisme modern, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dll.
    kata hassan hanafi, teologi klasik kita bercorak theo-sentris; usaha-usaha membela dan menyucikan Tuhan sedemikian rupa. padahal, spt kata Gus Dur (kl ndak salah), Tuhan ndak perlu dibela. teologi klasik bercorak demikian krn memang corak itulah yg dituntut pada masa itu dlm rangka menangkis kaum zanadiqah dan dahriyyin. sedangkan utk masa kini, teologi haruslah bermuatan dan berorientasi kemanusiaan. lagi-lagi kata hanafi, salah satu yg luput dlm turats klasik kita adl (wacana ttg) manusia dan problem-problem kemanusiaan. maka hanafi kemudian menulis buku min al-‘aqidah ila al-tsawrah; dari teologi menuju revolusi.
    maka, tegak dan tingginya kalimah Allah bukan diukur dg semakin menjamurnya jumlah rumah tuhan, sementara ribuan orang berdesakan di kolong jembatan krn tdk memiliki tempat tinggal; sementara ratusan rumah kardus berjejalan di pinggiran rel kereta api. bukan diukur dg semakin meningkatnya calon jamaah haji, sementara si udin, si otong, si oman, si oding dan banyak lagi anak-anak usia sekolah lainnya tdk pergi ke sekolah bukan krn membolos tapi krn orang tua mrk tdk sanggup menyekolahkan mrk; sementara jutaan perut nyaring menyanyikan lagu keroncongan; sementara para pencuri terpaksa mencuri krn–meminjam lagu iwan fals–nasi mereka dicuri. bukan pula diukur dg rajinnya para juragan melakukan “pemutihan dosa” dg pergi umrah, sementara ribuan buruh menjerit krn upah mrk jauh di bawah umr. amal sosial kita, jika ada, baru bersifat karitas; kemurahan hati yg hanya berfungsi penglipur lara yg bersifat sementara, bukan pendampingan dan pemberdayaan. maka dari tahun ke tahun, si mustahiq ttp menjadi mustahiq abadi.

    hatur nuhun Tay, bulan Juli nanti kita ketemu lagi di psq, insyaallah. hatur nuhun Jang Irfan.
    salam ukhuwah dari kota seribu menara; Cairo.

  9. Kang abad… sugan teh saya. Ari heg teh ajengan ciamis nu aya di nagri seribu menara. Sokan hiji bae candak ka tanah air, kanggo ngagentos munara masjid tatanggi anu sok diparebutkeun. Pahal munara teh hiji tina ciri peradaban persia, nya syiah tea. Enya atuh, engkin juli ku abdi di antos di psq. Nyandak buku/komentar hassan hanafi. Abdi oge nuju resep pisan ka ‘KH. Hassan Hanafi’ teh. Tiasa ngajernihkeun turats anu jan katingal jenis kelamin tea. Islam atawa arab?
    Munten kang irfan numpang curhat.
    ————————————————
    IP:
    Reunian ni yee..hehe
    Kang Muhtar, link blognya udah saya tambahkan tuh.
    Kang Abad, sok atuh gera ngadamel blog… 🙂

  10. bersaudara dan bersahabat itu lebih nyaman daripada bermusuhan. kenapa sederhana ini susah diprektekan ya?
    ayo bergandengan tangan dong
    ———————————————–
    IP:
    Sederhana diucapkan, susah dipraktekkan.
    Di tataran awam, penyebab utamanya ego yg melahirkan fanatisme berlebihan.
    Baru tahu sedikit merasa paling pintar, merasa paling punya otoritas. Baru mereguk satu gelas ilmu sudah merasa tenggelam dalam samudera ilmu tak bertepi. Sedikit saja dipandang alim di tengah masyarakat, lantas pongah secara intelektual. Kemudian lebih suka membalikkan prinsip “unzhur maa qiila walaa tanzhur man qaala”.
    Dan ini terjadi baik di tubuh Sunnah maupun Syiah.

    Terima kasih atas kunjungannya. Link-nya saya tambahkan ya.

  11. Ini dia yang saya cari. Komentarnya adem2. Semoga harapan pa Quraisy maupun kita yang mendambakan kerukunan dalam beragama, baik dari Sunni maupun Syiah dapat segera terwujud.

  12. Asslm….
    masyaallah, yg nulis intelek semua.
    mudah-mudahan bloq ini tidak kemasukan orang-2 yang anti kerukunan sunnah-syiah.
    amiiin,, kalo bisa jangan pakai bhs sunda biar kita ngerti semua, “kumaha setuju”?
    Allahumma solli ala sydna muhammad wa a-li muhammad

  13. Jang Irfan, punten mamang bade ngalangkung, maksadna bade teras kan Jang Utay nu aya di PSQ. Jang Utay simkuring gaduh buku kawilang alus oleh-oleh ti mesir kamari ttg hubungan Sunnah-Syiah karangan Rajab al-Banna’. judulna ringkes: “al-sunnah wa al-syi’ah”. eusina kurang-leuwih mirip karya Pak Quraish. Upps…, maaf AZA, kami pake bahasa sunda.
    matur suwun Jang Irfan!

  14. salut buat buku yang menarik ini dan matur nuwun buat resensinya, btw, apakah buku tersebut bisa diperoleh di toko2 buku bebas seperti gramedia, toga mas,atau gunung agung, kalo ada yang bisa memberitahukan cara untuk memperolehnya saya dengan senang hati mendengarkannya 🙂

  15. ak baru beli kemaren di bookfair. hehehe. baru punya duit maklum. tapi saya heran kenapa peristiwa di bangil kok terjadi. T.T .

  16. Saya sudah baca bukunya. Mencerahkan. Dan saya berharap, akan muncul buku-buku dengan spirit serupa lainnya yang bisa menstimuli terciptanya perdamaian dan penghormatan satu sama lain. Semoga

  17. ajakan persatuan ini
    didendangkan oleh orang-orang syiah
    di negeri-negeri kaum muslimin …

    seakan-akan syiah dan islam bisa bersatu …
    ya orang-orang seperti anda pandai mengolah kata
    membalik tuduhan …
    orang yang picik adalah orang yang
    menolak sunnah
    menolak al qur’an
    ya dimata kebanyakan orang
    nyata tidak terlihat
    karena penolakan itu tidak langsung
    namun membuat takwil-takwil (penafsiran istilah mereka) batil

    bukti ucapan kesesatan mereaka silahkan baca sendiri :

    – Menurut Khomeini, imannya orang Syi’ah tidak sempurna kecuali bila ia telah berbeda dengan
    Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Al-Hukumat al-Islamiyyah hal. 83)

    – Para Imam memiliki kedudukan mulia dan kekuasaan atas makhluk, seluruh atom di alamini tunduk pada mereka. Posisi ini tidak dicapai oleh malaikat maupun para Nabi. Kitab Al Hukumah Al Islamiyah karangan Khomeini halaman 52

    lihat bagaimana kedustaan mereka tentang ummul mu’minin a’isyah dan hafshah :

    – Hafshah dan Aisyah telah meracuni Rasulullah dan mengumpulkan uang lalu membagi-bagikan pada orang-orang yang membenci Ali. Penduduk Makah dengan terang-terangan menentang Allah. Penduduk Madinah lebih jelek dari penduduk Makah 70 kali (Al Kaafi 2/301).

    Ya sedikit contoh dari kitab rujukan mereka al kaffi dan kitab karya khomeini …

    satu lagi
    – ajakan persatuan syiah-islam hampir tidak pernah disodorkan di universitas-universitas syiah di iran.

    ini bukti upaya pembodohan mereka terhadap kaum muslimin …

    ya salah satunya korbannya quraish shihab ini …
    ______________________________
    IP:
    Mari kita cari cara gampang saja. Biarkan orang menilai, mana yang lebih pintar, Anda atau Quraish Shihab…

  18. Satu pertanyaan yang masih ada dibenakku. Abu Gosong dah pernah baca kitab Al-Kafinya secara langsung? Jangan-jangan Kitab Al-kafi punya Anda dah gosong juga?

  19. moga kalangan fanatis sunnah sadar dan tidak mudah terprovokasi ulama2 yg getol menyerang syiah padahal pemahaman mereka ttg syiah sangat minim

  20. Assalamualaikum Wr Wb

    saya sangat mendukung agar persatuan ummat menjadi terlaksana, saya tidak mau terkungkung dengan istilah sunni maupun syiah, karena itu cuman atribut padahal yang sesungguhnya diminta oleh Nabi adalah mengikuti ajarannya, jadi sesuatu jangan di lihat siapa yang berbicara tetapi lihat isi pembicaraan tersebut, bagi saya setiap kelompok bisa dikatakan Ahli sunnah wal jammaah kalo sesuai dengan yang di gariskan Nabi entah dia dari kelompok mana asal tidak menyimpang dari standar yang di berikan oleh Allah untuk di kerjakan.

    Wassallam

  21. jangn saling menanggapi dg saling mencela, gak akan menyelesaikan masalah. mari saling menghargai dan toleransi. acung jempol untuk buku pak Quraish..

  22. wah bagus bukunya!
    harapan saya smoga pak Quraish mau lebih sering tampil di publik untuk memberi pencerahan bagi kita….. soalnya sekarang di indonesia byk org yg mulai gamang sama ajaran islam karena byk faham2 ekstrim radikal yg berseliweran dan membingungkan kita org2 awam…

  23. perang thd syiah yg telah mengkafirkan shabat, perang thd pelaku maksiat besar, pencetus zina allahu akbar, tdk ada tempat bagi syiah dan hinalah syiah
    _________________
    Kasihan, ini orang pasti hidup di tengah hutan sendirian

  24. Assalamualaikum wr. wb.

    Boss,,,,tolong sampekan ke Pak Quraish Shihab utk membuka
    http://www.mengenal-islam.forumphp3.com

    tolong spy pak Quraish bisa memberikan comment2 yg bisa menunjukkan ke jalan yg lurus….

    mgkn saya salah alamat,,, tapi saya bingung bgmn carax menghubungi pak Quraish…jd akhirx saya menggunakan forum ini…

    sekali lagi mohon disampekan ke Pak Quraish utk melihat situs ini….
    saya sangat prihatin jika ada orang2 kafir yg menghina islam….

    makasih…….

  25. pa quryas mmengapa anda dalam tafsir Al-misbah banyak mengutip pendapat ulama syiah apakah anda seorang syiah

  26. Membaca buku-bukunya Pak Quraish Shihab sudah menjadi masa lalu saya. Bahkan, di antara koleksi buku2 beliau ada yang ditandatangani langsung olehnya. Yang jelas, pemahaman-pemahaman keliru “Rahmatan lil alamin” model Islam liberal, Syiah, Quraish Shihab, Djalaludin Rahmad, Nurcholis Madjid, dan sebangsanya sudah khatam semua saya lahap…masa lalu saya,Alhamdulillah. Saran saya kepada ikhwahfillah, tuntutlah ilmu agama dengan pemahaman yang benar, yakni pemahaman tiga generasi terbaik yang digaransi langsung oleh Nabi Muhammad, yakni para sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin. Dengan ilmu agama kita akan bisa membedakan yang baik dan yang buruk, sehalus apapun perbedaan itu.
    ______________________________
    IP:
    Jangan sok pinter ahh….

  27. @Abu Ahmad:
    “Saran saya kepada ikhwahfillah, tuntutlah ilmu agama dengan pemahaman yang benar, yakni pemahaman tiga generasi terbaik yang digaransi langsung oleh Nabi Muhammad, yakni para sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin.”

    Tolong sebutkan hadisnya mas bahwa umat Islam harus mengambil pemahaman sahabat, tabiin dan tabiit tabiin ?

  28. Ibadah Iblis ribuan tahun bisa gugur karena kesombongan gak mau tunduk. @Abu Hamzah yg katanya sudah melahap abis, baca Quran jangan cuma dibaca, tuh kena sama kejadian Iblis.

  29. yg namanya Abu-abu ini pada gak malu kali yah , Ngambil Nama bekas musuh Nabi semua. Abu Sofyan, Abu Jahal Abu Lahab … tapi ngomongnya gak pernah yang enak yg diomongin peraaang mulu, sesaaaat mulu, kafiiir mulu.

    1. Memang Abu (termasuk abu kucing) kan semua memusuhi ahlul bayt Rosul dengan berbagai macam cara!

  30. ma’af pada semuanya,saya tdk pandai baca arab,jarang sholat,kadang nyerempet2 dosa,saya mau tobat,tapi saya bingung,saya merasa ada yang keliru dengan agama islam yang dianut masyarakat kita sekarang ini..kebnyakan ahli ilmu agama tujuannya kemulian diri dihadapan umatnya,banyaknya mazhab2 yg berbeda2 yg katanya rahmat(padahal yg saya tau dari 73 hanya satu 1 lurus)..ada negara islam lebih memilih bersahabat dengan negara kafir daripada saudara muslimnya,banyak orang2 kaya islam bermewah2 ditempat lain banyak muslim yng miskin terhina bahkan mati karena kemiskinannya…semua itu saya maklumi semua mungkin karena tergerus jaman..tapi yang saya tak habis pikir dan sedih kenapa sulit menemukan orang yang mau meluruskannyan..kebanyakan sudah merasa nyaman dengan agama yang dianutnya secara turun temurun..lebih sedih lagi ketika saya mengetahui kisah menjelang wafatnya Rasulullah.sa dan sesudahnya,dimana disanalah bermula semua ini,disanalah bermula intrik2 bermunculan hanya demi kemulian diri mereka sampai2 banyak menumpahkan darah sesama muslim..mungkinkah dari semua mereka yg bertikai memperebutkan kekuasaan dan kemulian didepan manusia semuanya benar??? ya udah kalau semuanya benar, yaa gini dech…

  31. pepatah arab : Jika anda ingin terkenal maka kengcinglah di sumur air zamzam, begitu pula Qurais Shihab dengan buku yang telah dibuatnya … ini berbahaya bagi orang islam yang belum faham benar tentang islam … !!

  32. Pak Quraish selalu mengajak kita untuk BERAGAMA SECARA CERDAS !!! Keluarlah dari ‘kotak” sempit KESUNNIAH dan AKSYI’AHAN! Bersama kita mencari kebenaran Islam yang sejati dari Al-Qur’an dan Sunnah. Jika antara Islam dan pengikut Ahlul Kitab saja ada “kalimah sawa-nya” maka kita yakin antara Sunni-Syi’ah lebih banyak lagi kalimah sawa’-nya (titik persamaannya). Ajakan beliau ini jika dilaksanakan akan membuat umat dinamis, gak jumud; selalu “mengikatkan” diri pada buah pikir ulama-ulama masa lalu, yang kadang-kadang kita posisikan di atas Al-Qur’an dan sunnah itu sendiri !!! “Laa Syarqiyyah Laa Gharbiyyah. Laa Sunnah laa Syi’ah. Thaoura-thoura Islamiyah !!!

Leave a comment