Manusia Dalam Kaca

Di dalam cermin, manusia dalam kaca berkata:

“Lihatlah dirimu, apa yang sudah kau peroleh selama kurun waktu berlalu ini. Kelezatan seperti apa yang sudah kau raih sehingga dirimu bersuka cita dalam belenggu rantai kapitalisme. Menari di tengah gairah materialisme. Kantung mata dan kerutan dahi bertambah demi penyelesaian persoalan yang ujung-ujungnya bermuara kepada kenikmatan duniawi. Jangankan mentalak tiga dunia dan seisinya, pisah ranjang semalam saja kau tak rela. Mana gairah hidupmu yang kemarin? Akankah kau mengulang sejarah yang sudah cukup kau sesali itu? Tidak juakah kau jera? Kuingatkan sekali lagi, kau takkan pernah tahu kapan alam semesta akan melemparmu dari putaran roda sejarah. Siapa tahu besok?”

“Jangan sok tahu bahwa dengan berusaha memberikan segalanya, lantas sudah kau masukkan rasa bahagia di jiwa-jiwa yang lugu itu kemudian persoalan selesai. Bimbing mereka dalam rangkaian alur ceritamu. Pilih skenario yang menggugah kesadaran sehingga semua ketakberdayaan yang kau miliki adalah kebahagiaan.”

“Pletak!” Tiba-tiba manusia itu menempelengku. Keras, keras sekali. “Cuih!” Mulutnya memuncratkan ludah. Kubiarkan saja jidatku memar. Kurasakan aliran ludahnya meleleh di pipi kiri.

Astaghfirullah….Setetes hangat meleleh di pipi kanan.

Leave a comment